Wednesday 23 April 2008

Piano Klasik: Steinway Bertahan dalam Mahakarya

Piano Klasik
Steinway Bertahan dalam Mahakarya


Piana Steinway & Sons (�2003 Steinway & Sons) KALAU saja Henry Engelhard Steinway tak jeli melihat peluang, barangkali dunia tak memiliki sebuah karya seni kelas satu. Ini bukan kalimat yang berlebihan. Karya Steinway barangkali bisa disejajarkan dengan mobil keluaran Rolls Royce, jam tangan Piaget, atau gitar buatan Gibson, untuk menyebut beberapa. Walau beda produk, ada sebuah benang merah yang menyamakan mereka, yaitu produk yang dibuat khusus dan bisa tahan lama.

Buah karya Steinway ialah piano. Bukan alat musik biasa, karena piano Steinway adalah mahakarya yang menjadi acuan bagi semua pembuat piano dunia. Ia juga menjadi standar piano bagi lebih dari 90% rumah konser yang ada di dunia. Di banyak konservatorium di seluruh dunia, piano Steinway juga menjadi alat musik standar. Sekolah musik ternama dunia, seperti The Curtis Institute of Music dan The Julliard School, hanya menggunakan piano Steinway.

Sejumlah pianis top dunia, seperti Sergei Rachmaninoff, Arthur Rubinstein, Vladimir Horowitz, untuk menyebut beberapa, menggunakan piano Steinway dalam konser-konser mereka. Memasuki era musik modern, sejumlah komposer ternama juga menggunakan piano Steinway, mulai John Lennon, Billy Joel, sampai Diana Krall. Rubinstein malah pernah berucap, ''Sebuah Steinway adalah Steinway, tak ada yang menyamainya di kolong langit ini.''

Dengan pamor seperti itu, status Steinway bukan lagi sekadar alat musik. Ia juga menjadi simbol prestise sekaligus investasi. Majalah Forbes pernah membandingkan piano Steinway dengan barang-barang investasi lainnya, seperti mobil, perhiasan, dan bahkan anggur. Menurut Forbes, piano Steinway buatan tahun 1929 hingga 1958 saat ini berharga enam kali lipat dari harga aslinya. Sedangkan buatan tahun sesudah itu sampai 1978 berharga tiga kali lipat.

Majalah Fortune lebih gamblang menyebut angkanya. Sebuah Steinway baru yang dibeli 20 tahun lalu, seharga US$ 9.000, sekarang bernilai US$ 500.000. Dalam edisi pertengahan Maretnya, Fortune menyebut ada seorang kolektor Steinway, bernama DeVoe Moore, yang menebus sebuah model Alma-Tadema dengan harga US$ 675.000. Itu pun bukan piano asli, melainkan hasil renovasi.

Semua ini dicapai Steinway dalam tempo sangat panjang. Maret ini, Steinway & Sons memasuki periode ke-150 tahun.

Buatan Tukang Lemari
Henry Engelhard Steinway (�2003 Steinway & Sons) PIANO pertama yang dibuat Steinway dihasilkan pada 1836. Adalah Heinrich Steinweg yang membuatnya. Ia seorang tukang lemari yang cukup terkenal di Seesen, Jerman Barat. Ketika masyarakat Jerman mulai dilanda demam piano, Steinweg mencoba menangkap peluang itu. Dengan talenta yang dimilikinya, ia membuat sebuah piano tegak ( upright piano) di dapur rumahnya.

Eh, rupanya karya Steinweg itu mendapat sambutan bagus dari pembelinya. Maka, dibantu anak-anaknya, Heinrich meneruskan usahanya itu sampai 1849. Setahun kemudian, keluarga Steinweg berimigrasi ke Amerika Serikat. Di negara ini, mereka memulai usahanya dengan nama baru, yang lebih gampang dieja: Steinway. Heinrich berubah menjadi Henry Engelhard Steinway.

Tiga tahun sesudah menjejakkan kakinya di Amerika, Henry memutuskan untuk mendirikan sebuah badan usaha. Perusahaan yang didirikan pada Maret 1853 itu diberi nama Steinway & Sons. Di akta pendirian perusahaan itu tercantum pula nama anak-anaknya: Henry Jr., Charles, dan William.

Tiap orang memiliki tugas berbeda. William bertugas menyatukan badan piano, Henry berkonsentrasi pada finishing, sedangkan Charles kebagian menyetem suara piano itu. Belakangan, ketika perusahaan makin besar, William menangani pemasaran, Henry bertugas di bidang riset dan pengembangan, dan Charles menjadi manajer pabrik.

William Steinway (�2003 Steinway & Sons) Ketika perusahaan itu resmi berdiri, Henry sebenarnya sudah membuat 482 piano. Piano perdana yang dibuat perusahaan itu dijual dengan harga US$ 500, dan sekarang menjadi bagian koleksi Metropolitan Museum of Art, New York. Dua belas tahun setelah mendirikan perusahaan itu, Steinway menembus angka penjualan US$ 1 juta (tahun lalu, Steinway membukukan penjualan sebanyak US$ 165 juta).

Piano buatan Steinway makin terkenal terutama setelah mendapatkan sejumlah penghargaan. Pada 1855, misalnya, Steinway mendapat medali emas dalam beberapa pameran alat musik di Amerika Serikat dan Eropa. Reputasi internasional diperoleh Steinway pada 1867, ketika ia memenangkan ''Grand Gold Medal of Honor'' pada Paris Exhibition. Inilah pertama kalinya sebuah perusahaan Amerika mendapat penghargaan itu. Sejalan dengan reputasi itu, sejumlah anggota kerajaan di Eropa berlomba-lomba membeli produk Steinway. Pianis terkenal dunia juga ikut-ikutan membeli.

Sepuluh tahun sesudah tiba di New York, Henry mendirikan pabrik pertamanya di kawasan Park Avenue and 52nd Street. Untuk memberi kesempatan khalayak mendengar merdunya suara piano Steinway, perusahaan itu membuka Steinway Hall, sebuah auditorium dengan kapasitas 2.000 tempat duduk, pada 1866. Gedung ini kemudian menjadi pusat kesenian kota New York. Tak kurang dari New York Philharmonic Orchestra menjadikan Steinway Hall sebagai tempat pertunjukannya, sampai Carnegie Hall dibuka pada 1891.

Arthur Rubinstein (�2003 Steinway & Sons) Tahun 1870, perusahaan itu memindahkan operasinya ke Astoria, di kawasan Queens, New York. Karena masih banyak pegawainya yang tinggal di dekat lokasi pabrik lama, manajemen Steinway kemudian mendirikan Steinway Village. Di permukiman baru inilah Steinway menampung seluruh pegawainya sampai sekarang. Di ''kampung'' ini bisa ditemukan pegawai Steinway generasi ketiga. Kampung ini juga menjadi melting pot bagi 17 budaya dan bahasa yang berbeda-beda.

Sepuluh tahun setelah pabrik Astoria berdiri, manajemen Steinway mulai memikirkan cara paling efisien untuk melayani konsumen mereka di Benua Eropa. Untuk kebutuhan itu, pada 1880, Steinway membuka pabrik di Hamburg, Jerman Barat. Dari Hamburg ini, Steinway juga melayani pasar di benua lain di seluruh dunia. Ada perbedaan khusus antara piano keluaran pabrik Astoria dan Hamburg. Yaitu karakter warna. Piano dari pabrik pertama biasanya berwarna pekat, sementara piano Hamburg terlihat lebih mengilat. Itu saja, karena jeroan piano itu sama dan sebangun.

Selama 40 tahun pertama, keluarga Steinway itu mengembangkan piano-piano modern, baik yang jenis piano tegak maupun piano tidur. Sepanjang periode itu juga, setengah dari 120 paten yang didaftarkan perusahaan itu dikembangkan. Kebanyakan dari paten ini didasarkan pada penelitian ilmiah. Salah satunya ialah memanfaatkan teori akustik, yang dikembangkan Hermann von Helmholtz, fisikawan ternama abad ke-19.


Pembuatan Piano
Proses Pembuatan Piano Steinway (�2003 Steinway & Sons) PIANO buatan Steinway & Sons adalah produk padat karya dan menghabiskan banyak waktu. Untuk membuat sebuah piano tidur, yang akan digunakan pada sebuah rumah konser, misalnya, perlu waktu antara sembilan bulan dan satu tahun. Sementara jika dibuat dengan mesin, cuma butuh 20 hari.

Piano tidur seperti itu juga adalah kumpulan dari sekitar 12.000 komponen, yang membutuhkan 300 pekerja --di pabrik Astoria ada sekitar 500 pekerja-- untuk merakitnya. Sebuah piano tidur harus melalui 30 meja kerja berbeda dalam pembuatannya. Keseluruhan kegiatan tersebut dikelompokkan dalam urutan kerja berbeda.

Dimulai dengan pemilihan bahan baku. Sejak awal berdirinya, Steinway menggunakan sitka spruce sebagai bahan dasarnya. Kayu ini dipercaya mampu menghasilkan akustik yang sesuai dengan karakter piano Steinway. Dua kali setahun, seorang ahli kayu Steinway mengunjungi Kanada dan Amerika Utara untuk memilih kayu-kayu terbaik. Dalam tiap transaksinya, Steinway menghabiskan US$ 2 juta untuk kayu-kayu itu.

Proses Pembuatan Piano Steinway (�2003 Steinway & Sons) Kayu-kayu ini kemudian diangin-anginkan selama 18 bulan. Lalu, dengan bantuan komputer, pengeringan terakhir dilakukan. Berkat pengalaman bertahun-tahun, Steinway bisa menemukan kekeringan yang tepat sehingga akustik yang dihasilkan kayu itu nantinya sesuai dengan keinginan. Kayu ini kemudian disimpan di tempat khusus di pabrik Steinway di Astoria dan Hamburg.

Setelah melewati proses tadi, proses selanjutnya adalah membentuknya sesuai dengan cetakan yang ada. Kayu sitka spruce itu adalah bahan utama untuk menghasilkan badan piano (tak ada sambungan di badan piano tersebut, dan ini merupakan paten yang dimiliki Steinway). Sebuah piano tidur tipe grand membutuhkan kayu sepanjang 22 kaki, dengan lebar 3 inci. Karena kayu dengan ukuran seperti itu tak ada, maka dibuatlah tambahannya, berupa 18 lapis kayu maple, yang disatukan dengan lem khusus.

Ketika lapisan itu masih basah, pekerja Steinway melekukkan kayu dengan tangan, sesuai dengan cetakan yang tersedia. Untuk menghindari lepasnya lekukan tadi, kayu tadi ditahan dengan menggunakan klem besi. Kondisi seperti ini dipertahankan selama 24 jam. Lem yang tadi masih basah dipanaskan menggunakan gelombang radio berfrekuensi tinggi. Setelah klem besi itu dilepas, hasil lekukan tadi disimpan di ruang khusus selama 10 minggu.

Proses Pembuatan Piano Steinway (�2003 Steinway & Sons) Pada saat yang sama, pekerja pada bagian lain menyiapkan soundboard. Komponen ini terdiri dari 20 papan spruce. Kayu spruce yang digunakan tidak seutuhnya dipakai. Ada bagian yang diserut, sehingga lebih tipis. Penyatuan kedua komponen ini juga membutuhkan presisi tinggi. Kedua bagian ini lagi-lagi disatukan dengan perekat khusus.

Berikutnya ialah memasukkan pelat besi seberat 170 kilogram ke dalamnya. Pelat besi ini adalah satu-satunya onderdil yang dibuat di Springfield, Ohio. Aturan lingkungan hidup di New York yang ketat membuat Steinway tak bisa memproduksinya di Astoria.

Di pelat besi itulah nantinya dawai-dawai senar piano diletakkan. Pelat besi ini memiliki kemampuan menahan tegangan senar nada, yang mencapai 20 ton. Tegangan seperti itu dihasilkan oleh 243 senar nada. Setelah terpasang, pekerjaan berikutnya adalah memastikan bahwa nada yang dihasilkan stabil dan sesuai dengan tangga nada standar. Untuk itu, tiap tuts di piano diketukkan sebanyak 8.000 kali selama 45 menit.

Setelah jeroan piano tersebut ''terkumpul'', sekitar 200 pekerja Steinway mendapat giliran kerja berikutnya, yang sifatnya finishing. Seluruh proses tadi dilakukan secara manual, dengan tangan. Tak ada bantuan mesin. Hebatnya, apa yang dilakukan pekerja Steinway saat ini sama dengan yang dilakukan pada 100 tahun silam. Saking sakleknya, sebuah joke pun muncul: bila pegawai Steinway yang sudah meninggal bisa kembali ke masa sekarang, ia pasti bisa langsung bekerja!

Proses Pembuatan Piano Steinway (�2003 Steinway & Sons) Semua fase itu dilalui dengan satu pemikiran: menghasilkan piano terbaik di dunia. Ini adalah aturan baku yang sudah diterapkan para pendiri Steinway. Inilah yang menyebabkan para pekerja tak tahu untuk apa dan siapa piano yang mereka buat itu. Mereka tak peduli apakah piano itu nantinya berakhir di sebuah rumah konser ternama di kolong langit ini, atau berakhir di ruang tamu sebuah keluarga kaya.

Apa yang dihasilkan para pekerja itu memiliki harga yang beragam. Mulai US$ 17.000 untuk model No. 1098 Profesional Ebony sampai US$ 128.000 untuk model East Indian Rosewood Model D Concert berukuran 8 kaki lebih. Di antara kedua model itu, ada yang harganya US$ 50.000-US$ 60.000, yang berukuran medium grand atau living room grand. Inilah model yang paling banyak dibeli orang.


Bank Piano
KARENA lamanya pembuatan satu unit piano, pabrik Astoria, tahun lalu, misalnya, hanya menghasilkan 2.465 piano Steinway. Sementara dari Hamburg hanya dihasilkan 1.156 piano. Seluruh piano itu disebarkan ke seluruh rumah pamer resmi Steinway, yang jumlahnya juga sedikit. Di luar New York dan Hamburg, rumah pamer Steinway ada di New Jersey, London, dan Berlin.

Piano Steinway Milik John Lennon (BBC Online) Tiap rumah pamer Steinway memiliki kekhasan. Suhu udara di sana dibuat sedemikian rupa untuk menjaga kualitas piano mereka. Ini penting, mengingat sebuah rumah pamer resmi Steinway memuat puluhan sampai ratusan piano. Misalnya rumah pamer di 109 West 57th Street di kawasan Manhattan. Ada sekitar 300 piano, dengan total harga US$ 15 juta, di rumah pamer ini. Karena banyaknya pilihan, rumah pamer tersebut sering dijuluki ''bank piano''.

Pianis terkenal dunia sering diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mencoba piano Steinway di rumah pamer itu. Anehnya, tak ada satu pun pianis dunia yang langsung disponsori Steinway. Kalaupun akhirnya mereka memilih Steinway, tak lain karena kualitas belaka. Pihak Steinway hanya memberi label ''Steinway Artists'' buat mereka. Total jenderal, ada 1.200 artis yang masuk ke dalam daftar itu.

Namun, perusahaan ini memberi jaminan bahwa musisi yang masuk dalam daftar Steinway Artists pasti mendapatkan piano itu di mana saja mereka mengadakan pertunjukan. Mereka yang masuk ke dalam daftar Steinway Artists ini terentang mulai Franz Liszt, Irving Berlin, Duke Ellington, Van Cliburn, Arthuro Constanisi, sampai Robert Wagner.

Billy Joel, komposer sekaligus penyanyi pop-balada terkenal, mengemukakan kehebatan piano itu. ''Steinway memberikan kejelasan nada, pitch yang konsisten, respons sentuhan yang luar biasa, dan karya tangan yang superior,'' kata pelantun The Way You Are itu. Di luar daftar itu, ada musisi yang sukarela menggunakan Steinway. Misalnya John Lennon, yang menciptakan tembang Imagine di atas sebuah piano tegak Steinway (piano ini September 2000 lalu dilelang).

Walau banyak pianis yang akhirnya menjatuhkan pilihan pada Steinway, perjalanan perusahaan ini tak semulus permukaan pianonya.

Kompetisi yang Ketat
Piano Buatan Kawai, Jepang (Dickson Piano Studio) PADA 1960-an, piano-piano buatan Jepang masuk ke kawasan Amerika Serikat. Ini menimbulkan kompetisi yang serius dan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh manajemen Steinway. Tak lain karena piano Jepang itu dijual dengan harga relatif lebih murah. Sebuah piano tidur Yamaha, misalnya, dijual dengan harga satu setengah kali lebih murah dari piano Steinway untuk jenis sama.

Harga murah inilah yang membuat Yamaha dan Kawai, pada 1968, mencatat penjualan 10.000 unit. Dua jenis piano yang mereka jual, piano tegak dan piano grand, masing-masing menguasai 5% dan 28% pasar jenis itu. Ancaman pabrik Jepang itu tak hanya karena produk mereka yang murah.

Ketika Yamaha memperkenalkan synthesizer pada 1980-an, penjualan piano akustik mengalami penurunan signifikan. Ini tak lain karena synthesizer buatan Yamaha itu juga bisa menghasilkan suara piano. Penjualan piano turun dari 230.000 unit per tahun pada 1980, menjadi hanya 50.000 pada 1994. Selama periode itu, Steinway harus menerima kenyataan produknya berkurang, dari 3.246 unit pada 1980 menjadi 2,698 pada 1994.

Steinway tak hanya berhadapan dengan produsen piano asal Jepang. Dari ''negeri ginseng'' hadir Samick dan Young Chan. Dari Benua Eropa, Bechstein Gruppe, penghasil piano Bechstein dan Zimmerman, juga menjadi ancaman. Lalu, ada Bluthner dan Schimmel. Dari dalam negeri ada Baldwin. Namun, filosofi lain keluarga Steinway mampu mengatasi masalah ini. '' Winning not competing,'' begitu filosofi itu dibangun.

Begitupun, manajemen Steinway sempat dilanda dilema: terus menghasilkan piano mahal, atau melayani pesaing mereka di level harga yang lebih rendah. Walau melewati perdebatan sangat intens dan serius, manajemen Steinway akhirnya sepakat untuk terus berkiprah di jalur yang sama dengan pendirinya dulu.

Pemilik Berubah-ubah

SEJAK berdiri, kepemilikan Steinway & Sons memang berada di tangan keluarga Steinway. Namun, dalam perjalanannya, perusahaan itu mengalami perubahan kepemilikan beberapa kali. Pertama, Steinway dibeli CBS Musical Instrument. CBS mengendalikan Steinway sejak 1972 sampai 1985.

Salah satu alasan penjualan ini ialah untuk menghadapi kompetisi yang ditiupkan produsen piano Jepang tadi. ''Untuk menghadapi mereka, Steinway butuh banyak dana,'' kata Henry Z. Steinway, generasi keempat keluarga Steinway yang memimpin perusahaan itu. Ucapan Henry tadi dibuktikan CBS. Bila sebelumnya perusahaan itu hanya berani menghabiskan US$ 100.000 per tahun untuk membiayai kegiatannya, CBS berani meningkatkanya sampai US$ 1 juta-US$ 2 juta.

Steinway di New York Stock Exchange (�2003 Steinway & Sons) Sayangnya, CBS sepertinya sedikit menyimpang dari tradisi yang dibangun pendiri Steinway. Selama CBS mengendalikan perusahaan itu, nepotisme dan birokrasi meningkat. Dalam 16 tahun itu, misalnya, ada empat direktur yang mengendalikan perusahaan tersebut. Etos kerja pegawai Steinway juga mengalami penurunan.

Pada 1985, akhirnya CBS melepas semua sahamnya di Steinway & Sons. Pada saat yang sama, CBS juga melakukan divestasi atas sahamnya di divisi alat musiknya. CBS menjual sahamnya kepada John dan Robert Birmingham. Keluarga kaya raya asal Boston ini adalah pengusaha minyak. Saat keluarga Birmingham mengendalikan Steinway inilah, mereka memperkenalkan merek Boston.

Merek ini dibuat untuk membidik pembeli di pasar kelas menengah. Tujuannya tak lain, memberi kesempatan masyarakat merasakan teknologi Steinway, namun dengan harga terjangkau. Cara ini juga dilakukan Fender dan Gibson, misalnya. Kedua perusahaan pembuat gitar listrik ini melepas merek Squier dan Ephipone sebagai produk lapis keduanya.

Keluarga Birmingham mengelola Steinway selama satu dekade, sebelum akhirnya menjual seluruh kepemilikannya ke Kyle Kirkland dan Dana Messina. Keduanya kemudian menggabungkan Steinway dengan Selmer, juga produsen alat musik. Transaksi ini melibatkan dana US$ 100 juta. Setahun setelah akuisisi itu, Steinway menjadi perusahaan publik, dan berhasil meraup dana segar masyarakat US$ 60 juta. Lucunya, inisial Steinway di New York Stock Exchange itu adalah LVB, kependekan dari Ludwig van Beethoven.

Carry Nadeak
[Ragam, GATRA, Nomor 22 Beredar Senin 14 April 2003]

Mengapa harus piano antik?

Apa sih yang menarik dari piano antik?
Berikut ini adalah beberapa keuntungan yang didapat dari piano antik.

  1. Piano antik yang terbaik dikenal menghasilkan kualitas suara yang lebih baik dibanding piano modern. Perpaduan penggunaan material yang terbaik dan pengerjaan manual dengan kualitas craftmanship yang tinggi (non mass product) menunjang tercapainya kualitas terbaik ini.
  2. Desain casing luar dan finishing yang indah, kadang disertai ukiran atau ornamen-ornamen khas atau aksesoris kuno seperti tempat lilin, membuat piano antik selain dimainkan sebagai alat musik juga sekaligus berfungsi sebagai furniture penghias ruangan yang cantik.
  3. Nilai, harga dan apresiasi orang pada piano klasik lebih bertahan lama lintas generasi dibanding piano modern yang cepat turun. Ini membuat orang tidak segan-segan berinvestasi dalam bentuk barang antik, termasuk piano. Sebagai contoh, menurut Forbes, piano Steinway buatan tahun 1929 hingga 1958 saat ini berharga enam kali lipat dari harga aslinya, sedang majalah Fortune menyebutkan sebuah piano Steinway yang 20 tahun lalu dibeli seharga US$ 9.000, sekarang bernilai US$ 500.000 (baca artikel Piano Klasik: Steinway Bertahan dalam Mahakarya)
  4. Dari sisi kualitas material, piano antik akan selalu menggunakan kayu yang asli yang solid, bukan kayu olahan semacam tripleks (chip-board) atau menggunakan bahan plastik sebagaimana piano modern. Tuts piano antik hampir bisa dipastikan berlapis gading gajah yang bernilai tinggi, bukan semata-mata plastik seperti piano modern.
  5. Pembuatan piano klasik dilakukan secara manual dengan kualitas craftmanship yang tinggi, ditunjang dengan kualitas material yang baik, sehingga menghasilkan kualitas suara yang baik dan mempunyai masa pakai yang lama dan biasa diturunkan dari generasi ke generasi.

Piano Baby Grand Steck - Made in New York, 1910 (Dijual)


Steck dikenal sebagai pembuat piano berkualitas baik. Steck diproduksi oleh GEORGE STECK & COMPANY New York, USA yang memulai produksinya tahun 1857. Dalam dunia piano, piano Steck diberi rating 4 bintang yang mencerminkan kualitas yang baik. Seorang kawan menyebut karakter suaranya jazzy.


****** Six stars is highest quality - an instrument that a concert pianist would be happy to have on the stage.
* One star is lowest quality, the sort of thing that would keep you warm in winter when the coal runs out.

Piano baby grand ini sangat sesuai untuk mereka yang menghendaki kualitas suara lebih baik dari piano biasa (upright). Dimensi piano baby grand yang lebih besar dan panjang, memungkinkan ukuran soundboard yang lebih besar dan senar yang lebih panjang. Pada dasarnya dengan soundboard yang besar dan semakin panjang senar, semakin bagus pula kualitas suara piano yang dihasilkan. Inilah mengapa seorang pianis professional akan selalu menggunakan grand piano dalam setiap konsernya, karena kualitas suara yang terbaik hanya didapat dari piano jenis ini dan tidak didapat dari piano yang lebih kecil, seperti piano model upright.

Dari gambar di samping ini terlihat bahwa piano ini dibuat di New York, USA, dan dari nomor serinya (48705) piano diketahui ini dibuat sekitar tahun 1910.










Dua pedal yang terbuat dari kuningan menambah keindahan piano ini.


Sebagaimana piano antik lainnya, tuts piano ini berlapis gading gajah asli yang masih dalam kondisi sempurna dan berjumlah 88 buah (7 1/4 oktaf). Pada umumnya hanya piano buatan setelah tahun 1960-an punya tuts berjumlah 88 buah. Sebelum itu umumnya hanya 85 buah (7 oktaf). Ini menunjukkan bahwa piano ini termasuk yang terbaik pada jamannya.





Kondisi piano ini masih sangat baik dan sangat terawat. Pemilik piano sebelumnya tinggal di Sunderland, sebuah kota kecil beberapa kilometer dari daerah perbatasan Newcastle upon Tyne, Inggris. Setelah diboyong ke Indonesia, untuk memastikan bahwa baik bodi luar maupun organ dalamnya (mesin, soundboard, snar, mekanisme pemukul, dll) berfungsi dengan baik, saya mempercayakan pada Pak Tjuk Tri Irtanto, seorang ahli piano yang sudah berpengalaman puluhan tahun di Jakarta, untuk memoles ulang bodi, membersihkan dan mengecek luar dalam piano ini sehingga nampak dan berfungsi seperti piano baru.


"Pintu rumah saya berukuran normal,
lalu bagaimana cara memasukkan piano ini ke dalam rumah?". Demikian pertanyaan yang dilontarkan seorang kawan. Pada dasarnya piano baby grand adalah sama seperti piano upright, hanya saja dalam posisi tidur. Untuk memasukkan ke dalam rumah, piano ini diberdirikan dan dilepas kaki-kakinya terlebih dahulu. Dalam kondisi berdiri dan tanpa kaki, maka piano ini akan seperti sebuah piano upright, sehingga tidak ada masalah sama sekali dalam memasukkannya ke dalam rumah melalui pintu biasa.



Bagi anda yang tertarik untuk melihat
langsung, piano ini ada di Cipondoh, Tangerang. Alamat dan kontak lebih detail tersedia bagi anda (silakan email ke jati.hatmoko@gmail.com atau sms ke +447817938661). Bangku piano yang terlihat pada gambar ini adalah bangku asli yang usianya kira-kira sama dengan usia piano ini. Bangku tersebut sudah dipoles ulang dengan bantalan busa baru dan akan menyertai piano ini bagi anda yang membelinya. Untuk pengiriman piano ini, Pak Tjuk dengan senang hati akan membantu pengirimannya baik bagi mereka yang tinggal di dalam maupun di luar kota.

Tuesday 22 April 2008

Piano Dreaper - era Victorian (1880-1900) (Dijual)




Piano antik ini adalah buatan Jerman yang kemudian disempurnakan di Liverpool, Inggris. Pada gambar di sebelah kanan tertulis piano ini ini dirakit oleh W-H & G.H Dreaper, 96 Bold Street, Liverpool. Piano antik dengan mesin atau mekanik buatan Jerman (biasanya dianggap lebih superior dalam kualitas mekanik dan suara). Piano ini berdimensi tinggi 135 cm x lebar 155 cm dan tebal 70 cm.



Dari bentuk dan desan ukirannya, diperkirakan piano ini diproduksi pada era Victorian akhir (1880-1900). Pada masa ini piano didesain secara khusus, bukan typical produk massal seperti pada piano modern yang biasanya cenderung polos karena alasan ekonomis. Perhatikan ukiran-ukiran indah di sekitar kaki piano, tutup tuts dan body. Body piano ini terbuat dari kayu Walnut khas Eropa yang mempunyai tekstur kayu yang indah. Selain nilai historisnya yang tinggi, pada dasarnya semakin tua umur piano akan menghasilkan suara yang semakin presisi, sepanjang didukung kualitas kayu yang baik. Terlihat dari gambar bahwa piano ini sangat bagus sebagai hiasan (furniture) maupun sebagai alat musik.

Piano upright ini bersenar lurus (straightstrung) dengan sistem redaman underdamped. Walau berjenis straightstrung, hebatnya warna suara (timbre) piano ini termasuk mantap, kaya berkarakter sebagaimana piano overstrung. Sistem redaman underdamped pada piano ini menghasilkan suara piano yang lebih jernih, karena sistem ini dikenal lebih efektif dalam meredam getaran senar dibanding sistem overdamped. Rahasia keefektifan sistem ini adalah pada posisi peredam yang terletak di bawah hammer.

Tuts berjumlah 88 (7 1/4 oktaf), sehingga mempunyai range nada yang lebih besar. Pada umumnya hanya piano buatan setelah tahun 1960-an punya tuts berjumlah 88 buah. Piano produksi sebelum itu umumnya hanya mempunyai 85 tuts (7 oktaf). Ini menunjukkan bahwa piano ini termasuk yang terbaik pada jamannya. Tuts terbuat dari gading gajah asli, sehingga tidak licin di jari. Tuts piano baru sekarang biasanya dari bahan semacam plastik. Di Inggris sendiri sejak 1989 berlaku peraturan yang menyatakan bahwa hanya barang berbahan gading produksi sebelum 1947 saja yang boleh diperdagangkan.

Piano ini dalam kondisi terawat bagus oleh pemiliknya terakhir yang bertempat tinggal di Norwich, Inggris. Pemiliknya seorang bapak yang cukup berumur yang mendapatkan piano ini sebagai warisan dari orang tuanya sekian puluh tahun silam. Setelah diboyong ke Indonesia, untuk memastikan bahwa baik bodi luar maupun organ dalamnya (mesin, soundboard, snar, mekanisme pemukul, dll) berfungsi dengan baik, saya mempercayakan pada Pak Tjuk Tri Irtanto, seorang ahli piano yang sudah berpengalaman puluhan tahun di Jakarta, untuk memoles ulang bodi, membersihkan dan mengecek luar dalam piano ini sehingga nampak dan berfungsi seperti piano baru.

Bagi anda yang tertarik untuk melihat langsung, piano ini ada di Cipondoh, Tangerang. Alamat lebih detail tersedia bagi anda (silakan email ke jati.hatmoko@gmail.com atau sms ke 081325103645). Sebuah bangku piano panjang (bisa untuk duet) akan menyertai piano ini bagi anda yang membelinya. Untuk pengiriman piano ini, Pak Tjuk dengan senang hati akan membantu pengirimannya baik bagi mereka yang tinggal di dalam maupun di luar kota.









Tuesday 19 February 2008

Pak Tjuk, ahli reparasi piano

Pak Tjuk adalah seorang ahli reparasi piano yang sudah berpengalaman puluhan tahun. Langganan beliau tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di kota-kota lain di Jawa dan Bali.

Perkenalan saya dengan beliau diawali ketika saya dan beberapa teman yang membawa piano-piano antik dari Inggris mencari seorang ahli reparasi piano terpercaya yang bisa mengecek dan memoles piano-piano antik supaya berfungsi seperti piano baru kembali. Atas rekomendasi dari seorang kawan (apa kabar mas Tanto?) - yang juga membawa sebuah piano antik dari Inggris setahun sebelumnya dan sudah memanfaatkan jasa beliau, akhirnya kami mempercayakan piano-piano tersebut untuk dicek luar dalam dan dipoles supaya terlihat seperti baru lagi. Akhirnya sampai sekarang kami memanfaatkan jasa beliau. Proyek terakhir kami adalah 4 buah piano upright dan sebuah piano baby grand. Foto di atas dan di bawah adalah foto Pak Tjuk ketika sedang menyetem piano Justin Browne di rumah kakak saya di Cipondoh, Tangerang.

Selain reparasi piano, beliau juga menyediakan jasa tuning (stem) piano dan membuat bangku piano.


Bagi yang ingin mereparasi piano ataupun menyetem (tuning) piano bisa menghubungi beliau di alamat di bawah ini.

Tjuk Tri Irtanto
Kompleks Santunan Jaya no. 5
RT 06/08
Jatiwaringin
Pondok Gedhe, Bekasi 17411
Telp. 021-8460970
HP. 08176344408

Sunday 30 December 2007

Bluthner, hitam klasik, buatan 1890-an (Dijual)

"The firm has been making [the] highest quality pianos in Leipzig...since 1853... Blüthner pianos have a very full sound that is warm, romantic, and lyrical"
- Larry Fine, The Piano Book.
Performance Rating:
Piano Performance Rating
Confidence Rating:
Piano Confidence Rating:
Quality Control Rating:Piano Quality Control Rating
www.bluthners.co.uk

Bluthner adalah salah satu dari sedikit piano berating 5/6 bintang. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi jumlah bintang di sini menunjukkan kualitas suara yang makin baik. Rating 6 bintang (seperti pada Bluthner modern (M)) diartikan sebagai kualitas tertinggi sebagaimana seorang pianis memimpikannya di atas pentas, sedang 1 bintang diartikan sebagai kualitas terendah, sebagaimana seseorang bisa menjadikannya sebagai pengganti kayu bakar di musim dingin. Di antara piano berating 5 lainnya, seperti Kaps atau Bechstein, Bluthner biasanya dianggap lebih baik. Harganya di pasaran pun lebih tinggi dari Kaps ataupun Bechstein.

****** Six stars is highest quality - an instrument that a concert pianist would be happy to have on the stage.

* One star is lowest quality, the sort of thing that would keep you warm in winter when the coal runs out.





Kualitas suara Piano Bluthner terkait dengan penggunaan material yang terbaik. Bodi kayu dan frame besinya sangat kokoh. Perlu diingat bahwa sebuah frame besi piano harus mampu menahan tarikan 220 buah senar yang menghasilkan total gaya sebesar 20 ton. Penggunaan material pilihan membuat piano ini sangat berat (ciri umum piano berkelas), lebih berat dari piano-piano di Indonesia pada umumnya. Sebagaimana gitar yang berkualitas baik - dibuat dari kayu berkualitas tinggi, biasanya berat, sehingga suaranya mantap dan tidak cempreng. Demikian pula dengan piano ini. Dengan kualitas kayu yang baik, kualitas suara yang dihasilkan pun baik (pulen - mellow tone). Perlu dicatat piano berating rendah, biasanya akan menghasikan suara yang cempreng/berisik, sehingga muncullah istilah 'noisy furniture' pada piano berating 1 bintang.

Sebagaimana piano antik lainnya, tuts piano ini berlapis gading gajah asli dan berjumlah 88 buah (7 1/4 oktaf). Pada umumnya hanya piano buatan setelah tahun 1960-an punya tuts berjumlah 88 buah. Sebelum itu umumnya hanya 85 buah (7 oktaf). Ini menunjukkan bahwa piano ini termasuk yang terbaik pada jamannya.







Tuts berlapis gading gajah asli, selain bernilai tinggi juga tidak licin di jari (mengutip pendapat Iravati M. Sudiarso, salah satu guru piano terbaik Indonesia - baca artikelnya di sini). Perlu diketahui tuts piano baru sekarang biasanya dari bahan semacam plastik. Di Inggris sendiri sejak 1989 berlaku peraturan yang menyatakan bahwa hanya barang berbahan gading produksi sebelum 1947 saja yang boleh diperdagangkan.





Dari nomor serinya (42993 - lihat gambar di kiri), piano ini diketahui dibuat sekitar tahun 1890-1899. Jadi usia piano ini sekitar 110 tahun lebih.

Usia piano ini bisa diketahui dengan memasukkan nomor serinya ke sebuah website di internet, seperti ditampilkan di gambar di bawah (klik pada gambar untuk memperbesar).

Salah satu keistimewaan piano antik adalah mengenai kualitas suaranya. Mengutip pendapat Iravati M. Sudiarso, "Semakin tua umur piano -bila didukung oleh kualitas kayu yang baik- akan semakin menghasilkan suara yang presisi,"

Kondisi piano ini masih sangat baik. Pemilik piano ini sebelumnya adalah sebuah perusahaan konsultan di bidang training di London. Setelah diboyong ke Indonesia, untuk memastikan bahwa baik bodi luar maupun organ dalamnya (mesin, soundboard, snar, mekanisme pemukul, dll) berfungsi dengan baik, saya mempercayakan pada Pak Tjuk Tri Irtanto, seorang ahli piano yang sudah berpengalaman puluhan tahun di Jakarta, untuk memoles ulang bodi, membersihkan dan mengecek luar dalam piano ini sehingga nampak dan berfungsi seperti piano baru.

Terlihat pada gambar di kanan, piano ini model overstrung. Sistem overstrung ini lebih superior dan suaranya lebih bagus dibanding model biasa/straighstrung, karena sistem ini memungkinkan senar melintang diagonal lebih panjang daripada model straighstrung (perhatikan frame besi yang saling menyilang di bawah tuts). Pada dasarnya semakin panjang senar semakin bagus suara piano. Inilah mengapa piano grand mempunyai suara paling baik dan digunakan untuk konser piano profesional dibanding piano yang berukuran lebih kecil, seperti jenis babygrand atau upright.

Bagi anda yang tertarik untuk melihat langsung, piano ini ada di Cipondoh, Tangerang. Kontak lebih detail tersedia bagi anda (silakan email ke jati.hatmoko@gmail.com atau sms ke +447817938661). Sebuah bangku piano panjang (bisa untuk duet) akan menyertai piano ini bagi anda yang membelinya. Untuk pengiriman piano ini, Pak Tjuk dengan senang hati akan membantu pengirimannya baik bagi mereka yang tinggal di dalam maupun di luar kota.






Monday 10 December 2007

Melongok Steinway Di Indonesia

Melongok Steinway Di Indonesia
http://www.gatra.com/2003-05-10/artikel.php?id=27311

Mencari pemilik piano buatan Steinway & Sons di Tanah Air lumayan sulit. Hampir seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Sangat sedikit yang memilikinya. Untungnya, dalam pencarian ini, Gatra berhasil mengumpulkan sejumlah pemilik. Misalnya, Iravati M. Sudiarso, Pia Alisjahbana, Miranda Goeltom, dan Ananda Sukarlan. Sayang, dua nama terakhir tak bisa dihubungi karena sedang berada berada di luar negeri.

Iravati Sudiarso mengoleksi satu unit Steinway. "Jenis seven seat," kata Iravati kepada Rury Feriana dari Gatra. Warnanya hitam, dengan tuts terbuat dari gading. Model seperti ini termasuk kategori klasik, terutama karena Steinway & Sons sudah tidak lagi memproduksi piano dengan tuts gading. Tuts piano buatan Steinway & Sons saat ini hanya diberi lapisan gading.

Iravati, salah satu guru piano terbaik tanah air ini, membeli piano Steinway-nya dari seorang ekspatriat yang hendak kembali ke negerinya pada era 1960-an. Namun, Iravati tak tahu persis tahun pembuatan piano itu. "Perkiraan saya, piano ini dibuat antara akhir abad 18 dan awal abad 19," kata ibu dua anak ini. Steinway milik Iravati hanya dipakai ketika latihan di rumahnya. Untuk mengajar, Iravati menggunakan piano merek lain, seperti Yamaha.

Di tangan Iravati, piano Steinway itu seperti menemukan pasangannya. Walau sudah berusia lebih empat dekade, piano itu masih menghasilkan suara yang --oleh Iravati disebut-- "Ajeg dan bagus." Menurut Iravati, ini bisa terjadi karena Steinway memiliki rangka besi bermutu tinggi. "Kerangka besinya dibuat sedemikian rupa sehingga bunyinya sangat precise", kata Ira.

Selain itu, kayu yang digunakan Steinway juga berpengaruh. "Semakin tua umur piano --bila didukung oleh kualitas kayu yang baik-- akan semakin menghasilkan suara yang presisi," kata Iravati. Wanita berusia 66 ini makin mencintai Steinway-nya karena tuts piano itu terbuat dari gading. "Tidak licin ketika dipakai," kata Iravati.

Iravati hampir tidak menemui kesulitan berarti selama memiliki piano itu. "Paling yang dibutuhkan hanya penyeteman yang teratur," katanya. Untuk urusan ini, Iravati mempercayakannya pada Misto, koleganya di Yayasan Pendidikan Musik (YPM). Komposer muda Andi Rianto punya kiat lain untuk memelihara kualitas Steinway.

"Selain rajin distem, penempatan Steinway juga harus diperhatikan," kata Andi. Piano Steinway, lanjut Andi, tak bisa diletakkan di ruangan yang lembab dan langsung terkena sinar matahari. "Kelembaban dan kekeringan yang cukup ekstrim bisa mengurangi kualitas suara yang dihasilkan," katanya.

Andi memang tidak memiliki piano Steinway. Namun, ketika menuntut ilmu di Berklee College of Music, ia kerap memainkan piano kelas satu ini. "Dalam beberapa konser di sana, saya memakai Steinway," ungkapnya. Ini tidak mengherankan karena Steinway memang banyak dipakai sekolah musik terkenal di dunia.

Walau baru merasakan Steinway ketika mendalami jurusan Film Scoring di Boston itu, pengetahuan Andi tentang piano Steinway ternyata sudah ada jauh sebelumnya. Sejak kecil ia sudah tahu kalau Steinway itu adalah yang terbaik. "Waktu kecil saya sering denger orang bilang "Steinway is the best piano in the world"," kata Andi.

Setelah merasakan sendiri piano Steinway, Andi mengaku apa yang didengarnya sewaktu kecil dulu tak berlebihan. "Memang enak," kata keponakan Umar Kayam ini. Karena cukup akrab dengan sound Steinway, Andi berani taruhan bahwa ia bisa membedakan bunyi piano itu dengan merek lain. "Sound Steinway itu enak, mulus. Sementara kalau Yamaha sound-nya mantap", kata Andi mencoba mendeskripsikan perbedaan Steinway dengan piano lain.

"Kelebihan Steinway itu adalah tonenya, yang kadang-kadang tidak bisa dicapai merk lain," kata Andi. Menurutnya, karena perbedaan tone ini jenis musik yang cocok dimainkan juga berbeda. "Yamaha itu lebih mantap dan cocok untuk pop atau Jazz. Sementara Steinway lebih tepat untuk musik klasik," papar penata musik untuk film Ca Bau Kan, Titik Hitam, dan Andai Ia Tahu ini.

Di antara koleksi barang seni di rumah Pia Alisjahbana yang asri di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, juga terdapat baby grand Steinway & Sons. Piano itu dibeli oleh anak Pia yang bersekolah di Amerika Serikat. "Dibeli tahun 1988," kata Pia. Sewaktu kembali ke tanah air, piano itu ikut terbawa. "Ini namanya barang pindahan," tambah wanita karir yang masih tampak enerjik di usianya yang mendekati 70 ini.

Pia tidak begitu mengerti tentang piano Steinway. Ia tidak hapal berapa harga piano ini saat dibeli. Ia juga tidak tahu piano ini buatan tahun berapa. Yang ia ingat, piano itu dibeli dalam kondisi baru. "Dipesan langsung dari New York," katanya. Ketika ditanya alasan membeli piano itu, dengan cepat Pia menjawab: "Steinway adalah piano terbaik."

Pia mencoba menjelaskan sebagus apa piano itu. "Dentingan pianonya begitu bening dan merdu. Daleman-nya bagus, berwarna emas," kata ibu dua anak ini. Sayang, piano itu kini lebih banyak mengangur. Di rumah Pia tidak ada lagi yang memainkan piano itu. Pia sudah sangat jarang memainkannya.

Namun, Pia berniat untuk memulai lagi bermain dan belajar piano. Piano tersebut sengaja disiapkan Pia di rumahnya untuk acara resital yang rutin diadakan sebulan sekali. "Resital tersebut menampilkan pianis-pianis berbakat lengkap dengan pemain biola dan cello," kata Ketua Nusantara Symphony Orchestra itu.

Di luar individu yang mengoleksi dan memainkan piano Steinway ini, sebuah institusi budaya tanah air juga memilikinya. Yaitu, Taman Ismail Marzuki (TIM). Sayangnya, Steinway di TIM itu sudah tidak fit lagi. Sewaktu kompetisi piano Cipta Award diselenggarakan tahun lalu, Steinway ini ikut dipakai. "Tapi, salah satu pedalnya putus," terang Jilal Mardhani, mantan Direktur Eksekutif TIM.

"Tragedi" itu sempat disaksikan oleh sejumlah anggota Dewan Penyantun TIM. Lalu, disepakatilah usaha untuk mengumpulkan dana guna membeli sebuah Steinway baru. Sebuah acara fund raising diadakan di kediaman Miranda Goeltom, Deputi Gubernur Bank Indonesia yang juga hobi memainkan piano. Dari acara itu diharapkan terkumpul US$ 80.000 sesuai dengan harga piano grand Steinway yang hendak dibeli.

Namun, jumlah dana yang diperoleh ternyata tidak genap sebesar itu. "Kalau tidak salah masih kurang sekitar US$ 10.000," ungkap Jilal kepada Gatra. Sayangnya, Jilal tak tahu bagaimana nasib dari rencana pembelian piano grand Steinway itu. Pertengahan tahun lalu, pria berusia 40 tahun, ini mundur dari TIM.

Carry Nadeak
[Ragam, GATRA, Nomor 22 Beredar Senin 14 April 2003]

R Fietze - Berlin, era Victorian (1900-an) (Dijual)


Piano antik ini dibuat awal 1900-an, jadi usianya sekitar 100 tahunan lebih. Selain nilai historisnya yang tinggi, pada dasarnya semakin tua umur piano akan menghasilkan suara yang semakin presisi, sepanjang didukung kualitas kayu yang baik (mengutip pendapat Iravati M. Sudiarso, salah satu guru piano terbaik Indonesia).

Piano ini bagus sebagai hiasan (furniture) maupun sebagai alat musik. Terlihat di gambar, desain yang exclusive (customised), bukan typical produk massal yang biasanya cenderung polos. Kayu Walnut khas Eropa mempunyai tekstur kayu yang indah.

Kondisi piano ini terawat bagus oleh pemiliknya sebelumnya yang membelinya dari toko piano di kota Leeds, Inggris tahun 2001. Piano yang dibeli dari toko piano biasanya bergaransi karena sudah dicek dan diperbaiki baik luar maupun dalamnya (mesin, soundboard, snar, mekanisme pemukul, dll) sehingga nampak dan berfungsi seperti piano baru.

Sebagaimana umumnya piano antik, tutsnya masih terbuat dari gading gajah, sehingga tidak licin di jari (mengutip pendapat Iravati M. Sudiarso, salah satu guru piano terbaik Indonesia). Tuts piano baru sekarang biasanya dari bahan semacam plastik. Di Inggris, tempat piano ini dibeli, sejak 1989 berlaku peraturan yang menyatakan bahwa hanya barang berbahan gading produksi sebelum 1947 saja yang boleh diperdagangkan. Salah satu ciri khas tuts gading adalah biasanya terlihat garis sambungan pada tutsnya. Sambungan ini 'terpaksa' dilakukan untuk mengurangi material gading yang terbuang, mengingat mahal dan langkanya gading.

Piano ini model overstrung dan underdamped. Sistem overstrung ini lebih superior dan suaranya lebih bagus dibanding model biasa/straightstrung, karena sistem ini memungkinkan senar (bass) melintang diagonal lebih panjang daripada model straighstrung. Pada dasarnya semakin panjang senar semakin bagus suara piano. Inilah mengapa piano grand mempunyai suara paling baik dibanding piano yang berukuran lebih kecil, seperti jenis babygrand atau upright.
Underdamped adalah sistem di mana posisi peredam berada di bawah posisi hammer. Sistem ini lebih effektif dalam meredam getaran senar dibanding sistem overdamped (posisi peredam di atas hammer), sehingga suara piano yang dihasilkan bisa lebih jernih. Piano buatan Jerman biasanya dianggap lebih superior dalam kualitas mekanik dan suara.

Berikut ini adalah kutipan dari iklan asli di eBay dari pemilik piano terakhir di Inggris sebelum dibawa ke Indonesia.


Siapa tertarik? Bagi peminat serius yang ingin melihat langsung, saat ini piano berada di daerah Cipondoh - Tangerang. Kursi piano baru (panjang - bisa untuk duet) akan diberikan cuma-cuma menyertai piano ini. Kontak lebih detail tersedia bagi peminat serius. Untuk pengiriman piano ini, Pak Tjuk dengan senang hati akan membantu pengirimannya baik bagi mereka yang tinggal di dalam maupun di luar kota.